Sebuah Introduksi:
Kata "bioskop" berasal dari dua kata Yunani, yaitu "bios" (βίος) yang berarti "kehidupan" dan "skopein" (σκοπέιν) yang berarti "melihat" atau "mengamati". Dengan demikian, bioskop dapat diartikan sebagai "tempat untuk melihat kehidupan" atau "tempat untuk mengamati kehidupan". Pengamatan kehidupan memang menarik dan seru untuk dinikmati. Itu sebabnya plot, adegan, konflik, anti klimaks dalam cerita selalu menjadi tontonan banyak orang. Namun, dalam proses pembuatan film, ada konsep-konsep penting dan menarik yang disuguhkan kepada penonton, tanpa kita menyadarinya. Artikel kali ini akan mencoba menggali film yang sudah tayang di indonesia, yaitu Wonder Woman , dan menganalisis dari segi filsafat kepedulian. Selamat mencicipi petualangan intelektual ini!
Konflik Budaya: Isu Kesetaraan Gender
Gordon L. Patzer, Ph.D dalam bukunya “Looks” membahas isu ketertarikan fisik atau “Physical Attractiveness“. Dia menyatakan bahwa hal ini telah menjadi bagian dari masyarakat modern yang disebut “look-ism“. “Look” berarti melihat, dan “ism” berarti ideologi atau pandangan yang dianut secara tegas. Apa yang terlihat di depan mata menjadi yang utama. Patzer mengatakan bahwa sejak lahir, kita sudah dinilai, diberi label secara diam-diam, mendadak, dan tanpa sadar. Kita sudah dihakimi sejak kecil secara diam-diam, mendadak, dan tanpa sadar. Misalnya, anak kecil sering dipuji seperti, “Hebat ya, bisa nyanyi,” atau “Pintar anaknya bisa joget,” atau “Bagus ya bajunya, cantik deh anaknya.”
gender, dikatakan bahwa meskipun tidak ada kata pria dan wanita dalam undangundang, dalam aplikasi hukum terdapat perlakuan yang berbeda terhadap masalah gender. Dalam film tersebut, seorang pembela wanita bersaksi bahwa saat dia sekolah hukum, tidak ada toilet wanita. Pria dan wanita mendapat perlakuan yang berbeda.
Wonder Woman: Pertarungan Abadi melawan Ketidakadilan Gender
It's not about deserve: Etika Kepedulian dalam Wonder Woman
Sebuah Catatan: Jejak Kaum Wanita dalam Pusaran Sejarah
Refleksi Filosofis
Kesimpulan: Revolusi Digital dan Tantangan Postmodernisme
Ketika kita menganalisis film dengan kritis, kita tidak akan melihat film dengan cara yang sama lagi
Sumber:
- Patzer, Gordon L. Looks: Why They Matter More Than You Ever Imagined New York: AMACOM, 2008.
- Levi, Emily. “The Barbie Culture: How Media Perpetuates Unattainable Beauty Standards.” Teen People, April 2019.
- Marston, William Moulton. The Superhero Reader. Edited by Charles Moulton. New York: Oxford University Press, 1941.
- Noether, Emmy. “On Invariant Variational Problems.” Nachrichten von der Gesellschaft der Wissenschaften zu Göttingen, Mathematisch-Physikalische Klasse 2 (1918): 235–257.
Bagi yang tertarik dengan artikel ini dalam bahasa Inggris, silahkan akses tulisan di bawah ini:
Wonder Woman: Love, power, and the Philosophy of Care-A Movie Analysis
This article explores Wonder Woman through themes of gender inequality and societal biases, from beauty standards to the historical exclusion of women in leadership and education. Highlighting Diana’s story, it reflects on the enduring fight for equality and the power of compassion to challenge norms.